Tempe gembus beda dengan bongkrek

SEMARANG - Dosen Teknologi Pangan dan Gizi Universitas Se­marang (USM), Ir Rohadi Jarot MP, me­­ne­gaskan bahwa tempe gem­bus, bong­krek, maupun oncom memiliki perbedaan, khu­susnya me­nyang­kut bahan baku yang di­gu­nakan. Tempe gembus, terbuat da­ri ampas tahu, tempe bongkrek da­ri ampas ke­lapa, dan oncom ber­asal dari bungkil kacang tanah.

Dijelaskan, dengan pengolahan yang benar, tempe gembus cen­de­rung aman. Namun, pada tempe bong­krek yang terbuat dari ampas ke­lapa, justru relatif bisa menimbulkan racun. Pa­sal­nya, se­lain kemungkinan munculnya bakteri dan jamur karena pro­ses fermentasi yang tidak sempurna, juga diakibatkan pada sifat asam bongkrek maupun toksoflavin yang tetap stabil meski dipanaskan pada suhu 120 derajat celsius.

”Bakteri pseudomonas cocovenenans yang timbul pada pro­ses fermentasi yang tidak sempurna akan menghasilkan enzim ter­tentu yang bisa memecah sisa minyak kelapa dalam tempe bong­krek. Proses tersebut menghasilkan asam lemak dan glise­rol. Selanjutnya, asam lemak akan mengalami pe­mecahan yang membentuk asam bongkrek dan sebagian toksoflavin. Baik asam bongkrek maupun toksoflavin, masih te­tap bertahan pada pe­manasan tinggi sampai suhu 120 derajat celsius,” urai Rohadi ke­pada Wawasan, pagi tadi.

Dengan sifat yang seperti itu, imbuh dia, racun pada tempe bongkrek tidak akan mati meski dimasak atau digoreng. Apalagi jika hanya sebatas direbus. Karenanya, masyarakat diminta lebih waspada dalam mengonsumsi tempe bongkrek. Jika tempe bongkrek sudah berwarna kekuningan, semestinya makanan tersebut tidak dikonsumsi. Sebab, dalam kondisi tersebut, tempe bongkrek sudah ditumbuhi jamur Aspergillus flavus dan timbul asam bongkrek.

"Sebenarnya, tidak hanya tempe bongkrek yang berisiko timbulnya bakteri. Tempe gembus dan oncom pun memungkinkan terjadi hal yang sama. Tapi, mengingat kandungan minyak dalam tempe bongkrek cukup banyak, kemungkinan kontaminasi dalam tempe bongkrek juga semakin besar," beber Rohadi.

Aflatoksin
Sementara itu, staf pengajar Teknologi Pangan Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Ir Sumardi MSc, mengungkapkan, aflatoksin bisa dihasilkan pada semua produk yang dengan bahan kacang-kacangan yang sudah rusak.

Aflatoksin dapat keluar pada kacang yang telah mengalami kerusakan. Sehingga, baik pada tempe bongkrek maupun tempe gembus yang dibuat dengan bahan kacang-kacangan yang sudah rusak, bisa juga mengeluarkan aflatoksin.

’’Jika aflatoksin meracuni jamur yang memfermentasi maka fermentasi pada kacang akan gagal. Sehingga kemungkinan untuk sampai menjadi tempe dan dapat meracuni sehingga menimbulkan kematian sangat jarang,’’ jelas dia.

Jika aflatoksin sampai meracuni sedang kacang sampai terurai menjadi tempe maka, dalam tempe tersebut muncul racun yang tidak mengganggu fermentasi dan itu tersedia dalam jumlah yang sangat besar. "Fermentasi di daerah dingin fermentasi lebih lambat," tambah dia.

Sementara itu, terkait adanya isu tempe gembus sebagai penyebab kematian masal di Magelang, tambah dia, Sumardi berharap masyarakat tidak panik sehingga menimbulkan dampak penurunan minat ma-syarakat dalam mengkonsumsi tempe gembus.
1 Response